Warga Sahl al-Ghab Suriah Minta Sekolah Segera Dipulihkan
Pemerintahan baru Suriah telah berhasil memperbaiki dan mengoperasikan kembali ratusan sekolah yang hancur akibat perang. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak sekolah lain yang sama sekali belum tersentuh perbaikan, bahkan sekadar pembersihan puing.
Salah satu contoh nyata terlihat di wilayah Sahl al-Ghab, tempat sebuah bangunan sekolah tampak rusak parah tanpa adanya proses rehabilitasi. Meski kondisi strukturnya masih sekitar 80 persen bisa difungsikan, sekolah itu dibiarkan dalam keadaan memprihatinkan.
Sebuah video yang beredar memperlihatkan jelas kerusakan bangunan tersebut. Dinding mengelupas, jendela pecah, dan puing-puing berserakan di lantai. Kondisi ini tentu berbahaya bila tetap digunakan tanpa perbaikan yang layak.
Pada detik awal video, bagian luar bangunan terlihat nyaris roboh. Plester dinding mengelupas, cat memudar, dan beberapa bagian genteng hilang. Semua menandakan bangunan tersebut sudah terlalu lama ditinggalkan.
Lebih mencemaskan lagi, di salah satu adegan terlihat sejumlah anak bermain di atap sekolah. Adegan itu mengundang kekhawatiran besar karena struktur bangunan tidak stabil dan bisa runtuh kapan saja.
Judul video yang diunggah dalam bahasa Arab berbunyi “Penduduk Sahl al-Ghab memohon pemugaran SMA Qastun dan rehabilitasi sekolah-sekolah di kota.” Seruan itu mencerminkan harapan warga agar pemerintah segera memberi perhatian.
Pemerintahan baru Suriah memang memiliki strategi dalam prioritas perbaikan. Sekolah-sekolah dengan jumlah murid yang besar ditempatkan sebagai prioritas utama. Hal ini dimaksudkan agar dampak perbaikan bisa langsung dirasakan banyak siswa sekaligus.
Namun, kebijakan ini meninggalkan dilema bagi desa-desa yang warganya masih banyak berada di pengungsian. Desa-desa tersebut, termasuk Sahl al-Ghab, otomatis masuk prioritas kedua dan harus menunggu kembalinya para pengungsi. Dan terlihat sekolah tersebut belum ada sentuhan kebersihan bermakna guru dan pegawainya belum kembali bertugas.
Padahal, keberadaan sekolah menjadi salah satu faktor penting yang dapat mendorong para pengungsi untuk kembali ke kampung halaman. Tanpa adanya fasilitas pendidikan, sebagian besar keluarga enggan mengambil risiko pulang lebih awal.
Kondisi ini menciptakan lingkaran masalah. Pemerintah menunggu warga pulang baru memperbaiki sekolah, sementara warga menunggu sekolah diperbaiki sebelum pulang.
Warga Sahl al-Ghab kini menyuarakan keresahan mereka dengan harapan pemerintah mendengar langsung suara dari lapangan. Mereka menilai bahwa penundaan rehabilitasi justru akan semakin memperlambat proses pemulihan sosial di daerah tersebut.
Beberapa aktivis pendidikan menekankan bahwa bangunan sekolah yang rusak masih bisa diselamatkan. Dengan kondisi 80 persen struktur masih berdiri, proses renovasi seharusnya tidak membutuhkan biaya sebesar membangun ulang.
Selain itu, perbaikan cepat akan memberi ruang aman bagi anak-anak untuk belajar dan bermain. Video yang menunjukkan anak-anak di atap bangunan rusak menjadi bukti betapa berbahayanya penundaan rehabilitasi.
Dalam situasi pascaperang, sekolah memiliki fungsi lebih dari sekadar ruang belajar. Sekolah menjadi simbol pemulihan, tempat berkumpulnya warga, sekaligus ruang harapan untuk generasi baru.
Jika sekolah terus dibiarkan terbengkalai, anak-anak bisa kehilangan motivasi untuk belajar. Kondisi itu berisiko melahirkan generasi yang tertinggal secara pendidikan.
Warga berharap pemerintah mempertimbangkan faktor psikologis masyarakat. Dengan adanya sekolah yang berfungsi, keluarga pengungsi bisa lebih yakin untuk kembali ke desa mereka.
Meski prioritas perbaikan ditujukan pada wilayah padat siswa, keadilan pembangunan perlu dijaga agar desa kecil tidak merasa terabaikan.
Seruan dari Sahl al-Ghab melalui video yang tersebar di media sosial kini menjadi pengingat bahwa masih banyak pekerjaan rumah menanti pemerintahan baru Suriah.
Keberhasilan memperbaiki ratusan sekolah patut diapresiasi, tetapi perhatian pada sekolah-sekolah yang belum tersentuh tetap mendesak.
Warga percaya bahwa langkah kecil untuk memperbaiki satu sekolah di desa terpencil bisa berdampak besar pada kembalinya kehidupan normal di wilayah tersebut.
Sahl al-Ghab adalah sebuah dataran luas dan subur yang terletak di barat laut Suriah. Secara administratif, wilayah ini termasuk dalam provinsi Hama dan membentang sepanjang aliran Sungai Orontes atau Nahr al-‘Asi. Dengan tanah yang kaya akan mineral dan air melimpah, kawasan ini sejak lama dikenal sebagai salah satu daerah pertanian utama Suriah.
Letaknya sangat strategis karena berada di antara beberapa wilayah penting. Di sebelah barat, Sahl al-Ghab diapit oleh Pegunungan Al-Ansariyah (Jabal an-Nusayriyah) yang memisahkannya dari pesisir Latakia. Sementara di sebelah timur terdapat Pegunungan Zawiyah (Jabal al-Zawiya) yang berbatasan dengan Idlib. Posisi ini menjadikan Sahl al-Ghab sebagai jalur penghubung alami antara pedalaman Suriah dan pantai Mediterania.
Secara historis, wilayah ini juga berperan penting sebagai lumbung pangan. Pertanian padi, gandum, kapas, hingga sayuran tumbuh subur di sana berkat irigasi dari Sungai Orontes. Kesuburan inilah yang membuat banyak penduduk menggantungkan hidup pada pertanian, bahkan sejak masa klasik hingga era modern.
Namun, dalam konflik Suriah yang berlangsung lebih dari satu dekade, Sahl al-Ghab menjadi salah satu kawasan yang kerap diperebutkan. Posisi geografisnya yang strategis dan tanahnya yang subur membuat wilayah ini tidak hanya penting secara ekonomi, tetapi juga militer. Banyak desa di kawasan ini, termasuk Qastun, mengalami kerusakan berat pada infrastruktur dasar seperti sekolah dan fasilitas umum.
Kini, meski beberapa daerah di Suriah mulai pulih, penduduk Sahl al-Ghab masih terus menyerukan perhatian khusus dari pemerintah untuk memulihkan kehidupan mereka. Sekolah-sekolah yang terbengkalai menjadi salah satu simbol utama harapan warga agar wilayah ini bisa kembali berfungsi sebagai pusat pendidikan sekaligus penggerak ekonomi.
Tidak ada komentar